Rabu, 14 Januari 2015

Sebuah Ayunan #4

'SUNNI'

Sebenarnya bukan tanpa alasan aku membawa kursi roda ku ke taman ini, pikiran ku benar-benar buntu. Bahkan sempat terpikir di kepala ku untuk mempercepat kematian ku, tanpa harus menunggu beberapa minggu lagi seperti vonis dokter kemarin. Ya benar. Aku frustasi karena vonis dokter kemarin. Beliau bilang hidup ku mungkin tinggal menghitung minggu saja. Dan itu benar-benar membuat ku patah semangat. Sebenarnya dokter tidak berbicara langsug pada ku, tapi aku mencuri pembicaraan beliau dengan kedua orang tua ku.

Aku... Aku belum mau mati Tuhan... Aku belum bertemu dengannya. Apa harus dengan cara seperti ini aku meninggalkannya? Aku ingin bertemu dengannya sekali saja sebelum kau cabut nyawa ini Tuhan. Raka, dimana kamu? Dapat kah kita bertemu saat ini juga? Aku benar-benar merindukan mu. Tak terasa air mata ku mengalir perlahan. Ku usap air mata ku, takut ada orang lain yang melihat. Lebih baik aku kembali ke kamar sebelum aku benar-benar mengakhiri hidup ku didepan kolam ikan ini.

Ku putar kursi roda ini semampu ku. Dan dalam sekejap, ku rasakan jantung ini berhenti berdetak. Seseorang berdiri dihadapan ku dengan wajah terkejut dan mata berkaca-kaca.



"Sunni..." dia menyebut nama ku.

Orang ini. Pria yang selama beberapa tahun ini selalu hadir dalam mimpi ku, yang selama beberapa tahun ini menjadi orang selalu aku rindukan setiap hari.

"Raka..." hanya itu yang dapat ku katakan.

Dia memeluk ku. Tiba-tiba saja air mata ini mengalir, seolah melepaskan semua rindu yang tertahan selama ini. Tangisan ku semakin keras, dan Raka semakin erat memeluk ku, begitupun aku. Pelukannya seperti seakan-akan kami tidak akan pernah terpisah lagi.

Selama beberapa jam kami berbincang-bincang, bercerita tentang perjalanan hidup  kami masing-masing selama beberapa tahun belakangan ini. Aku baru tahu ternyata mamanya dirawat di rumah sakit ini, karena itu ia berada disini. Aku memintanya unuk membawaku keruangan dimana mamanya dirawat.

Beberapa saat setelah aku dan mamanya mengobrol, kepala ini mulai terasa pusing dan sesuatu mulai bergerak-gerak didalam perutku. Langsung saja ku minta izin pada mamanya Raka untuk kembali ke kamar ku, dan beliau mengizinkan. Tadinya aku bersikeras untuk kembali sendiri, agar Raka tidak tahu sebenarnya aku sakit apa, tapi Raka memaksa ingin mengantar ku, jadi daripada aku pingsan disini maka ku izinkan ia mengantar ku.

Sampai di kamar inap ku, tertera jelas diwajahnya jika ia sedang kebingungan, tiba-tiba suaranya memecah lamunan ku...
"Kita mau kemana Sun? Mau jenguk siapa?" tanya Raka penasaran.
Aku hanya diam tidak menjawab, sampai kami berhenti di depan sebuah pintu...
"Ini ruangan gue dirawat Ka..." kataku dengan suara pelan.
Perlahan tangannya membelai lembut kepala ku, terasa tetesan air matanya jatuh ke dahi ku. Hati ini begitu pilu mendengar tangisannya. aku hanya bisa menggenggam kedua tangannya, tanpa berani melihat kedua matanya.

Ada perasaan lega yang membuat beban ini terasa berkurang, karena rinduku telah tersampaikan. Entah apa yang masih tertinggal, sampai rasanya ada yang kurang. Hanya saja, sepertinya waktu ku sudah dekat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar