'SUNNI'
Mengapa di setiap pertemuan, ada perpisahan? Mungkinkah itu
takdir? Tapi mengapa aku harus terpisah darinya karena penyakit ini? Takdir kah
itu?
Rasa sakit semakin menjalar diseluruh tubuh ku ketika aku
memaksakan diri untuk bergerak. Sudah 2 bulan terakhir ini kondisi kesehatan ku
bertambah buruk. Aku sering keluar masuk rumah sakit. Tapi aku bertekad untuk
sembuh, untuk demi hidup ku, demi orang tua ku, dan demi seseorang yang sedang
menunggu kehadiran ku. Ya, itulah alasan ku bertahan hidup sampai sekarang.
Semua itu di mulai ketika aku masih duduk di bangku kelas 2
SMA. Ketika itu aku sering sekali mengeluh sakit dibagian perut. Aku pikir itu
hanya sakit perut biasa. Tapi suatu hari, rasa sakit itu benar-benar tidak
tertahan kan lagi, dan akhirnya orang tua ku membawa ku kerumah sakit. Dokter menyarankan agar aku di rawat inap,
karena hasil pemeriksaannya baru keluar keesokkan harinya. Dan ketika hasilnya
keluar, bukannya membuat aku sembuh, malah membuat kesehatan ku semakin
terpuruk. Dokter mengatakan, bahwa aku terkena kanker perut stadium 3. Dan itu
membuat ku kehilangan masa remaja ku dengan berlalu begitu saja.
Sejak vonis dokter waktu itu, hidup ku tak lagi secerah
dulu. Aku sering melamun, tidak keluar kamar berhari-hari, dan selalu berpikir
untuk mengakhiri hidup ku sendiri akan lebih baik, tapi hal itu tak pernah
terwujud, karena aku terlalu takut untuk melakukan hal seperti itu, dan aku
takut mengecewakan orang tua ku.
Tapi menurut dokter, aku termasuk orang yang beruntung,
karena aku masih bisa bertahan hidup sampai aku lulus SMA dan kuliah. Tapi
selama itu, kondisi ku semakin parah. Penyakit ini semakin berkembang. Dokter
bilang
aku masih punya kesempatan sembuh walaupun hanya 10%. Awalnya aku hanya bisa
pasrah mendengar perkataan dokter.
Aku sering datang ke sebuah taman kota yang berjarak sekitar
3 kilometer dari rumah ku. Biasanya aku kesana menggunakan jasa tukang ojek
atau taksi jika dari tempat kuliah ku. Sudah dari SMA dulu aku sering datang
kesini. Dan sejak itulah aku memperhatikan seorang pria yang setiap hari juga
datang ke taman itu hanya untuk duduk disebuah ayunan sambil melamun tanpa
memainkannya. Dan ku lihat tatapannya kosong. Seperti orang yang memiliki beban
hidup yang sangat berat. Dan sebenarnya, aku ingin tahu apa yang sedang
dipikirkannya. Dan pikiran itu selalu menghantui ku hingga saat ini.
Sebelum ia datang, aku masih punya kesempatan untuk bermain
ayunan ini. Rasanya seperti melupakan beban hidup ini sejenak, ketika
menghempaskan tubuh yang ikut mengayun bersama ayunan tua ini. Kupejamkan mata
dan menikmati hembusan angin yang menerpa seluruh tubuh ku. Dan saat itulah aku
merasa bebas. Seperti melayang ke udara. Tapi keadaan itu tidak pernah bertahan
lama. Karena jika ia datang, aku langsung buru-buru meninggalkan ayunan dan duduk
di sebuah bangku taman yang berjarak sekitar 25 meter dari tempat ayunan
berada, untuk memperhatikannya.
Tapi suatu hari, aku datang terlambat ke taman karena ada
tugas kuliah yang harus aku kerjakan. Aku melihat ia sudah duduk di ayunan tua
itu. Aku benar-benar kalut dan bingung. Karena ia pasti akan lama duduk disana.
Dan aku tidak bisa memastikan kapan ia akan beranjak dari ayunan itu. Tapi aku
bersabar dan menunggunya pergi. Kulihat jam tangan ku, sudah menunjukkan pukul
5 sore. Dan itu berarti aku sudah menunggunya lebih dari 2 jam. Karena aku
tidak boleh pulang diatas jam 8 malam, jadi aku memberanikan diri untuk
berbicara dengannya agar ia memperbolehkan aku memainkan ayunan itu, walau
hanya sebentar saja.
“boleh gantian ga main ayunannya? Gue liatin dari tadi lu
udah lama mainan ayunan ini. Gue kan juga mau. Gantian ya? Please” kata ku
dengan nada memelas. Mungkin ia iba melihat raut wajah ku yang tampak lesu dan
pucat, jadi ia mempersilahkan aku menggunakan ayunan itu.
“iya boleh. Nih” katanya sambil menyodorkan tali ayunan
kepada ku. Dan kupikir ini mungkin waktu yang tepat untuk bisa menjalin
pertemanan dengannya.
“makasih ya. Eh, boleh minta dorongin ga? Hihihi” kata ku
sambil tersenyum menunjukkan deretan gigi putih ku.
“emang ga bisa main sendiri? Gue mau pulang, udah sore”
jawabannya agak membuat ku sedikit sedih, tapi aku tidak ingin menyerah secepat
itu.
“yaudah yaudah, kenalan dulu. Gue sunni” kata ku sambil mengulurkan tangan.
“raka” katanya sambil membalas uluran tangan ku.
“yaudah sono pulang. Hahaha” kata ku mencairkan suasana.
“jih koplak” katanya dengan nada yang terdengar agak sedikit jengkel.
Yah, mungkin itu adalah salam pertemuan terburuk yang pernah
ada. Tapi sejak hari itu, hidup ku tak seburuk hari-hari setelahnya. Karena setelah hari itu, kami sering bertemu
dan ngobrol berdua. Kami semakin akrab dan semakin dekat. Sampai-sampai Raka
sering mengantarku pulang kerumah.
Suatu hari Raka mengajak ku ke taman agak sore. Seperti biasa,
kami main ayunan. Raka mendorong aku yang sedang duduk di ayunan. Aku memejamkan
mata, dan itu kebiasaan ku ketika bermain ayunan. Perlahan aku mulai merasakan
keganjilan. Ayunannya semakin melemah, dan aku tidak lagi merasakan dorongan
tangan Raka. Aku takut terjadi sesuatu, jadi aku membuka mata. Dan saat itulah
aku benar-benar terkejut. Aku melihat Raka sudah berjongkok dihadapan ku.
“Sun, gue suka sama lu. Gue sayang sama lu. Gue ga tau sejak
kapan perasaan ini muncul. Yang jelas ini serius. Gue ga pernah ngerasain yang
kayak gini sama cewek lain”
“.......” aku hanya diam.
“Sun, lu mau kan jadi pacar gue?”
“.......” aku masih diam, sampai beberapa menit setelahnya
pun, kami hanya saling pandang. Aku bingung harus berkata apa.
“sorry ya Sun, gue ga bermaksud bikin lu kaget. Gue minta
maaf juga, gue ga bisa nembak cewek dengan cara yang romantis. Gue...
gue baru kali ini nembak cewek Sun. Kalo lu ga terima gue gapapa kok”
Raka menundukkan kepalanya dengan lesu. Dan aku geli melihat raut wajahnya yang seperti itu.
“huahahahahahahahahaha... komuk lu kaaa!! Hahaha” aku
tertawa untuk mencairkan suasana.
“kok lu malah ketawa sih? Gue serius tau!” katanya dengan
nada agak membentak. Dan aku hanya bisa diam lagi, kupikir aku salah bicara.
Tapi sedetik kemudian, aku memandangnya, dan berkata “iya.
Gue mau jadi pacar lu” dan perasaan bahagia itu tak bisa di gambarkan lewat
apapun. Kulihat Raka melompat-lompat kegirangan. Dan itu membuat ku tertawa
geli melihat tingkahnya yang lucu, dan kemudian memelukku.
“makasih ya Sun, makasih banget udah mau jadi pacar gue. Dan
lu yang pertama”
“iya. Lu juga yang pertama kok buat gue”
Dan sejak saat itu hari-hari ku menjadi lebih berwarna dan
bahagia. Hubungan kami pun juga semakin baik. Tapi, tidak dengan penyakit ku. Penyakit
ini semakin parah. Kanker ini sudah menjalar kebagian tubuh ku yang lain. Aku
takut jika Raka mengetahui hal ini, ia akan meninggalkan ku. Aku tidak ingin
hal itu terjadi. Aku ingin sembuh! Aku ingin bersamanya dalam keadaan sehat. Jadi
aku putuskan untuk fokus menjalani pengobatan. Dengan kata lain, untuk
sementara waktu, aku meninggalkan kuliah, dan meninggalkan Raka, sampai aku
sembuh.
Dihari pepisahan itu, aku tidak bisa menahan tangis ku
karena akan berpisah dengannya sementara waktu. Aku berjanji kepadanya akan
kembali untuknya, dan menemuinya di taman itu, di sebuah ayunan tua, tempat
kita pertama kali bertemu. Dan aku menangis karena aku telah membohonginya. Aku
katakan bahwa aku akan pindah ke Australia bersama orang tuaku. Aku tidak bisa
berkata jujur. Maafkan aku Raka. Maafkan aku. Aku terpaksa melakukan ini. Dan
perpisahan itu ditutup dengan pelukan terakhirnya darinya dimalam itu.
Pernah waktu itu Raka datang kerumah. Untung saja ia tidak
pernah masuk kedalam rumah ku. hanya sebatas pekarangan rumah saja. Jadi ia
tidak tahu siapa saja penghuni rumah ku. Jadi ku katakan kepada pembantu dan
orang tua ku, agar mengatakan bahwa kami sudah pindah jika Raka datang dan
menanyakan sesuatu tentang diri ku.
Usaha ku untuk sembuh tidak semudah membalikkan telapak
tangan. Buktinya, setelah 2 tahun aku menjalani kemoterapi dan perawatan
intensif, aku masih belum bisa sembuh total. Tapi aku masih bisa bersyukur,
karena rasa sakitnya sempat berkurang. Aku masih harus bersabar lagi untuk bisa
merasakan bahagia yang sesungguhnya, seperti sebelum aku menderita penyakit
ini. Dan aku ingin hidup bahagia bersama orang yang selama ini menjadi semangat
ku bertahan hidup. Raka.
‘Ketika cinta ini
setia...
Ia akan...kembali
Ketika cinta ini setia...
Ia akan...menyatukan
dua hati yang terpisah
Ketika cinta ini setia...
Ia akan...memberikan
rasa bahagia selamanya’
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapus