Jumat, 04 April 2014

Dentingan Piano #2

Pagi ini aku bangun agak siang, pukul 09:00. Seperti pagi-pagi yang lalu, saat aku terbangun, hal pertama yang aku cari adalah kalender. Hari ini tanggal 20 April 2014, dan aku ingat sesuatu. Yap, aku harus segera menyelesaikan tulisan ku, karena deadline ku sampai tanggal 25 April. Sebenarnya masih lama, karena sedikit lagi hampir selesai, tapi aku lebih suka jika pekerjaan ku selesai sebelum deadline, paling tidak aku punya waktu yang benar-benar luang. Aku ingin refreshing. Jadi ku targetkan hari ini tulisan ku selesai. Jadi aku bisa liburan selama 5 hari.
Pukul 17.20 akhirnya tulisan ku selesai. Bunyi bel membuat ku buru-buru membereskan laptop dan kertas-kertas yang berserakan dilantai. Ku buka pintu apartemen, ternyata itu ka nina. Ku lihat dia membawa beberapa kantong plastik ukuran besar berlabel logo sebuah supermarket tempat kami sering belanja kebutuhan pokok.
“sini kak aku bantu. Kok tumben belinya banyak banget?”
“iya, nanti malem bayu mau kesini”
Mas bayu, pacar ka nina. Beruntungnya ka nina punya pacar yang baik, tampan, dan setia seperti mas bayu. Mereka sudah pacaran sejak masih kelas satu SMA. Sedangkan aku, tidak jelas hubungan ku sampai hari ini.
Ku bantu ka nina membereskan belanjaan. Dan setelah beres, aku mandi. Ku setel shower dengan suhu air yang hangat agar membuat ku kembali fresh. Samar-samar, ku dengar dentingan piano mengalun lembut, memainkan lagu yang berjudul ‘lagu rindu’ yang di nyanyikan oleh bang kerispatih. Sesaat aku tersadar. Lagu itu adalah lagu yang harus aku hafal kan dahulu. Ya, dulu bima menyuruhku untuk menghafalkan lagu itu. Tapi siapa yang memainkannya? Ka nina? Ah tidak mungkin, pasti itu mas bayu. Pasti mas bayu sudah datang. Mas bayu bisa memainkan piano. Tapi kenapa harus lagu itu? Ah iya, aku ingat. Gara-gara aku tidak jadi memainkan piano kemarin, buku lagunya masih memperlihatkan lagu itu. Aku lupa menutupnya kembali.

Keluar dari kamar mandi, ku usap-usap kepala dan rambut sebahu ku yang masih basah dengan handuk putih bermotif kartun keroppi kesukaan ku sambil berjalan menuju dapur karena aku mencium aroma masakan yang membuat ku lapar.
“wiihh asik ka nina masak steak. Aku makan ya ka” kataku sambil mengambil garpu dan siap menyantap daging steak.
“iiih nanti dulu, ajak tamu nya makan juga dong. Masa makan sendiri” kata ka nina sambil mengambil garpu yang aku pegang.
“iya deehh” kata ku sambil memonyongkan bibir.
“ga usah manyun kali. Tinggal ajak makan aja susah banget” kata ka nina sambil senyum senyum.
Ku tinggal kan ka nina di dapur, aku berjalan menuju ruang tamu. Terlihat seseorang pria berambut agak cepak duduk di depan piano mengenakan kemeja biru kotak-kotak yang dipadukan dengan sweater lengan buntung, tapi wajahnya tidak terlihat karena dia duduk membelakangi ku. Sekilas aku merasa bahwa itu tidak seperti perawakan mas bayu. Tapi aku tidak berpikir macam-macam lagi, karena perutku sudah sangat lapar.
“mas bayu, makan yuk. Ka nina udah selesai masaknya tuh. Zizi udah laper banget nih”
Tidak ada jawaban. Setelah beberapa menit aku menunggu jawaban mas bayu, tapi mas bayu tidak merespon ajakan ku. Aku bingung.
“mas, kenapa? Kok diem aja sih? Mas ga laper ya?” tanya ku penasaran.
Dia tetap tidak merespon. Perlahan lahan ku dekati mas bayu. Semakin dekat, dan aku mulai sadar bahwa orang itu bukan lah mas bayu. Siapa dia? Ku dekati lagi, sampai aku tepat berdiri disebelah kirinya, dengan jarak sekitar satu meter darinya.
Aku terpaku. Tidak bisa berbicar. Mungkin kah ini mimpi? Tuhan, ini mimpi? Sadarkan aku Tuhan. Wajah, mata, senyum, dan segalanya, seperti... Bima. Apa ini benar? Ini nyata? Atau aku sedang bermimpi?
“ka nina masak apa? Zizi”
Suaranya membuat aku tersadar bahwa ini bukan lah mimpi, ini kenyataan. Astaga tuhan. Aku tidak bisa menahan perasaan bahagia ini, aku hanya bisa meneteskan air mata. Ku pandangi bima dari ujung rambut sampai ujung kakinya. Dia masih sama seperti dulu. Hanya saja, sedikit bertambah tinggi, atau dia memang tinggi? Dan, bertambah tampan.
“kamu tambah cantik ya zi” katanya sambil berdiri.
“dan tambah kecil” sambil tersenyum simpul dengan mata yang berkaca-kaca. Seperti itu wajahnya jadi semakin mirip penyanyi Greyson Chance. Dan aku benar benar membisu seribu bahasa. Aku hanya bisa menangis pelan. Bima mendekati ku, dan memeluk ku. Pelukan yang hangat. Erat. Dan bertambah erat. Aku sudah tidak bisa menahan tangisan ku lagi. Aku menangis sejadinya. Ku rasakan air mata bima menetes ke keningku. Jelas saja, aku lebih pendek darinya, aku hanya sedadanya saja.
“kamu kapan balik?” kata ku sambil melepas pelukannya. Akhirnya aku bisa mengatakan sesuatu padanya.
“aku baru pulang dari bandara zi” sambil menengok ke sebuah koper besar miliknya.
“kamu baru sampe? Kamu belum pulang kerumah? Belum ketemu orang tua mu?” ku kerutkan keningku.
“aku udah ketemu mereka kok zi. Mereka yang jemput aku di bandara. Aku ajak mereka kesini kok” bima mengalihkan pandangan ke arah dapur. Ku ikuti arah pandangannya. Betapa terkejutnya aku, disana ada papa dan mamanya bima, ka nina dan ka bayu. Ka nina terlihat meneteskan air mata, tak kuat menahan haru melihat kami berdua. Kedua orang tua bima tersenyum kearah ku. Ku pandangi lagi mata bima, meminta penjelasan untuk semua ini.
“aku ajak mereka kesini, karena aku pengen ngelamar kamu” bima berlutut dihadapanku dan membukakan sebuah kotak cincin berbentuk hati berwarna merah, berisi sebuah cincin mas perak tanpa hiasan apapun, polos.
Aku... aku tidak bisa berkata apapun. Aku terkejut dan menutup mulut ku dengan kedua tangan ku.
“zizi, kamu mau kan nikah sama aku?” tanya bima.
Aku hanya bisa mengangguk dengan tersenyum dan menangis bahagia. Bima langsung memeluk ku lagi untuk yang kedua kalinya malam itu.
“maafin aku ya zi” bisiknya sambil menangis. Sama seperti dulu, saat kita akan berpisah. Dan hal ini terulang lagi. Tapi saat ini, dia kembali.
“aku janji. Aku janji ga bakalan pergi ninggalin kamu lagi” dan dia berjanji tidak akan pergi lagi.


Creadted by : Istyqomah Indriani

1 komentar: